468x60 Ads

MARAKNYA BALAPAN LIAR

SEPANJANG sore kemarin, raungan suara sepeda motor nyaring terdengar di sepanjang jalan utama Kompleks Taman Kopo Indah (TKI) III Kab. Bandung. Jalan dua lajur sepanjang 500 meter itu layaknya menjadi ajang atraksi “tong setan” dengan belasan peserta yang berlomba untuk menjadi yang terdepan. DISAKSIKAN ribuan pasang mata, aksi balapan liar di jalan utama Taman Kopo Indah III Kab. Bandung semakin marak, seperti yang terlihat Kamis (28/9).*“DENI YUDIAWAN/”PR Sejak awal bulan Puasa, aksi balapan liar memang menjadi pemandangan rutin pada saat ngabuburit di TKI III. Saat aksi balapan berlangsung, jalan utama itu tertutup bagi kendaraan lain sehingga cukup menyulitkan akses warga yang bermukim di sekitar itu. Banyaknya polisi tidur di sepanjang jalan itu tak menyurutkan niat para pembalap untuk menancap gas sekencang-kencangnya. Malah, atraksi membahayakan dengan mengangkat ban depan tinggi-tinggi sering dipertunjukkan para pembalap itu saat sepeda motornya menyentuh polisi tidur. “Wah kita mah senang saja, seru lihat ba lapan motor sekaligus untuk ngabuburit. Lumayan, waktu buka tak terasa,” ucap Yana (35), warga Jalan Kopo yang datang hanya untuk menyaksikan balapan. Hal senada dikatakan yang lainnya. Mereka umumnya menonton sekaligus nongkrong menunggu berbuka. Para penonton balapan liar itu biasanya langsung bersorak saat ada peserta balap yang memamerkan aksinya. Semakin menantang, semakin riuhlah tanggapan penonton yang berjejal di sepanjang jalan itu. Tak ada batasan spesifikasi sepeda motor yang turun dalam balapan itu. Mulai dari motor bebek, motor sport, hingga skuter memperlihatkan kemampuannya di atas “trek” beraspal. Tak ada hadiah khusus bagi yang tercepat. Para pembalap hanya menikmati kepuasan karena bisa bebas ngebut memacu kendaraannya dengan kencang di jalanan tanpa dicegat polisi. Sekilas, balapan liar ini memang tampak mengasyikkan seperti layaknya menonton balapan MotoGP gratis. Namun, berbeda dengan para pembalap dan penonton yang menikmati arena pacu ilegal itu, warga sekitar TKI III justru merasa terganggu. Untuk sekadar masuk halaman ruko saja, mereka kesulitan. Kebanyakan harus memarkir jauh mobilnya dan melanjutkannya dengan berjalan kaki. “Saya simpan mobil di blok yang agak jauh. Habis, bagaimana mau masuk, kalau jalanan penuh dipakai kebut-kebutan. Padahal saya harus ambil barang dari toko. Ya, terpaksa tunggu sampai magrib saja,” ucap seorang pemilik ruko yang terletak tepat di tengah-tengah jalan utama TKI III. Pemilik toko lainnya juga mengeluh soal suara bising yang terus meraung-raung selama satu setengah jam. “Pembeli jadi berkurang. Toko jadi sepi. Pembeli jadi malas datang Kalaupun ada yang beli terpaksa harus teriak-teriak karena di sini sangat bising,” ucap pemilik toko itu. Lilis (36), pedagang kolak dan gorengan di arena balapan liar mengaku sejak pertama kali ajang balapan liar itu digelar, belum pernah ada penertiban dari kepolisian. Menurut dia, beberapa kali isu kedatangan polisi membuat para pembalap panik dan membubarkan diri. Sayangnya, berita kedatangan polisi itu tak pernah benar-benar menjadi kenyataan. “Tahun lalu balapan juga dilakukan di sini. Waktu itu sempat ada penertiban dan beberapa pembalap diamankan. Waktu itu, yang celaka akibat balapan ini juga banyak,” ucap Lilis. Untungnya, hingga seminggu balapan liar ini digelar, belum ada pembalap yang mengalami kecelakaan. “Biasanya mah kalau ada yang celaka, baru ada penertiban dari polisi. Masa harus tunggu ada yang kecelakaan dulu?” kata Lilis melanjutkan. Ironisnya, pos polisi berada tak jauh. Bahkan sebuah polsek juga berada satu kompleks dengan lokasi balapan. Mungkin sudah saatnya aparat kepolisian menertibkan arena balapan liar itu, sebelum tempat itu memakan korban lagi. (Deni Yudiawan/”PR”)***

0 komentar:

Posting Komentar

Translate